Beginilah menjadi penulis, sayangku.
Kau tak harus selalu percaya apa yang dituliskannya. Tapi percayalah, yang ia inginkan adalah kau menikmatinya. Setulus ia menuliskannya, tentu dapat kau rasakan dalam setiap bait yang tertera.
Di tangan penulis, sudut pandangnya bisa beragam rupa. Bisa jadi ia menuliskannya sebagai gaya orang pertama, orang kedua, bahkan orang ketiga. Ia bisa menceritakan dirinya sendiri, membaur dalam percakapan tokoh utama, atau menjadi narator bisu yang menjadi saksi atas setiap peristiwa.
Sayangku,
Atas apa yang penulis sampaikan dalam setiap paragrafnya, tak pernah ada yang tahu pasti. Kenyataan atau fantasi, bedanya hanya setipis kulit ari. Barangkali kau sangka yang ia tuliskan itu nyata, padahal sejatinya ia tak pernah mengalaminya. Barangkali juga kau pikir bahwa yang ia tuliskan itu fiksi, padahal nyatanya itu adalah cerita hidupnya yang benar terjadi.
Senang sedihnya tak dapat kau duga, meski dapat kau rasa. Barangkali kalimat bijak yang tertulis itu bukan untuk menggurui siapapun, melainkan untuk menasehati dirinya sendiri. Juga suatu kali kalimat sampah tak berarti yang dituliskannya bukan menyatakan dirinya sebusuk itu, melainkan hanya menumpahkan rasa yang kiranya begitu manusiawi.
Kau juga mungkin tak pernah tahu, dibalik larik-larik puisinya yang begitu indah tersimpan segenggam hati yang sejatinya gundah. Dari kalimat getirnya, tersembunyi kekuatan jiwanya. Pun dibalik paragraf yang seringkali menyentuh sanubari, terdapat peristiwa kelam sekaligus terang yang pernah dilaluinya untuk jadi sebongkah inspirasi.
Ah sayangku,
Hendak kukatakan, jangan terlalu mudah memprediksi apa yang penulis beri. Sebenarnya ia hanya ingin karyanya kau nikmati, lalu diolah kembali dalam pikir dan sanubari. Dari tulisannya yang bijak belum tentu ia sebaik itu, dari tulisannya yang sembono toh belum tentu ia seburuk itu. Hati-hatilah dalam memprediksi, selain memang kedewasaan berpikirlah yang menuntun pada penyamaan persepsi.
Juga ada dunia lain di dalam otaknya yang ia hidupkan lewat barisan kata-kata, selain dunia nyata yang ia jalani. Para penulis, sejatinya mampu menciptakan kehidupan artifisial dalam pikirannya sendiri. Barangkali ada yang mencerminkan, namun ada pula yang sejatinya terpisah sama sekali. Hati-hati, bila kau jatuh cinta pada tulisannya toh belum tentu kau akan jatuh cinta pada sosok aslinya. Juga barangkali kau tertambat khayal akan pemuda-pemudi rupawan yang pandai menuliskan sejuta kata syahdu, toh pada akhirnya kau akan menemukan sesosok bayang biasa saja yang bahkan tak menawan hatimu.
Sayangku, begitulah penulis itu rupanya. Silahkan jatuh cinta pada tulisannya, kagumlah pada karyanya. Tapi ingatlah, bisa jadi yang kau lihat di dunia nyata adalah sosok yang benar-benar berbeda. Karenanya, janganlah kecewa karena ekspektasimu semata. Ingat, bagusnya tulisan tak berkorelasi pada bentuk dan rupa, melainkan pada karakter si penulisnya.
Akhir kata dariku, selamat terbuai dalam khayal.. tapi hati-hati hanyut dan tenggelam.
Yang kau labeli ia sebagai pujangga, toh juga manusia biasa.
MF