Hari Santri Nasional


Presiden Joko Widodo menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Terlepas dari pro-kontra atas penetapan ini, momentum 22 Oktober adalah jejak perjuangan yang tak bisa dilupakan, yakni dicetuskannya resolusi jihad oleh KH Hasyim Asy’ari di Surabaya. Tahun 2015 ini, atau 70 tahun resolusi jihad, menjadi catatan sangat penting bagi kaum santri, karena Resolusi Jihad inilah yang menjadi cambuk paling utama bagi Bung Tomo untuk menggelorkan semangat perjuangan menegakkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berjuang melawan penjajah yang meletus tanggal 10 November 1945 itu bukan terjadi begitu saja, tetapi itu berkobar karena ditiup oleh Resolusi Jihad yang dikobarkan KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.
Demikian yang menjadi diskusi dan kajian kaum muda NU dalam diskusi di kantor PWNU DIY (01/12). Diskusi yang berlangsung ini diikuti para santri, aktivis dan sebagian pengurus lembaga di lingkungan NU DIY.
“kalau para santri melakukan pelayaran bela negara, itu membuktikan para santri membuat etos sangat tinggi dalam membangun negara ini. Tidak salah kalau pemerintah kemudian mengajak para santri dalam pelayaran bela negara ini. Ini wujud kerjasama sinergis, sehingga ke depan menghasilkan generasi muda santri yang teguh dalam bela negaranya,” tegas Joko Santoso, Wakil Sekretaris PWNU DY.
Dari sinilah, resolusi jihad mempunyai makna sangat penting bagi bangsa ini. Meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, 53 hari kemudian NICA (Netherlands Indies Civil Administration) nyaris mencaplok kedaulatan RI. Pada 25 Oktober 1945, 6.000 tentara Inggris tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pasukan itu dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby, panglima brigade ke-49 (India). Penjajah Belanda yang sudah hengkang pun membonceng tentara sekutu itu.
Praktis, Surabaya genting. Untung, sebelum NICA datang, Soekarno sempat mengirim utusan menghadap Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang. Melalui utusannya, Soekarno bertanya kepada Mbah Hasyim, “Apakah hukumnya membela tanah air? Bukan membela Allah, membela Islam, atau membela Alquran. Sekali lagi, membela tanah air?”
Mbah Hasyim yang sebelumnya sudah punya fatwa jihad kemerdekaan bertindak cepat. Dia memerintahkan KH Wahab Chasbullah, KH Bisri Syamsuri, dan kiai lain untuk mengumpulkan kiai se-Jawa dan Madura. Para kiai dari Jawa dan Madura itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya, dipimpin Kiai Wahab Chasbullah pada 22 Oktober 1945. Setelah resolusi jihad ditandatangani, pada 23 Oktober 1945, Mbah Hasyim atas nama Pengurus Besar NU menyerukan jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal denganResolusi Jihad. (md)
Sumber: http://pwnudiy.or.id/hari-santri-itu-etos-bela-negara/

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »